Model Bisnis Low Touch
Seperti namanya, low touch merupakan model bisnis di
mana dalam prosesnya lebih mengarah pada ‘minim sentuhan’ atau ‘bebas
sentuhan’. Sederhananya adalah, jika dulu proses transaksi bisnis dilakukan
secara konvensional seperti pembayaran tunai, melakukan pembelian di toko, atau
mengambil uang di ATM untuk membeli menjadi proses transaksi yang penting,
semua hal tersebut menjadi semakin dihindari akibat pandemi virus penyebab
Covid-19.
Kini konsumen akan lebih menggunakan teknologi
dan mengurangi kontak langsung antara pembeli dengan penjual dalam sebuah
transaksi. Mulai dari pemilihan barang untuk dibeli, pembayaran, hingga
pengiriman semua dilakukan secara online.
Kebutuhan Tanda Tangan Digital
Namun dalam terciptanya low touch harus didukung oleh sistem
lainnya. Contohnya adalah sistem penandatanganan dokumen bisnis dengan
tanda tangan digital. Sebelumnya, penandatanganan hanya dilakukan konvensional
yakni pengambil keputusan, haruslah membubuhkan tanda tangan dan bertemu fisik
untuk keabsahan dokumen atau perjanjian kerja.
Sekarang, hal seperti itu bisa digantikan oleh tanda tangan digital yang berfungsi sebagai identitas digital seseorang. Dengan begitu, segala keputusan bisnis yang diambil akan lebih cepat dieksekusi tanpa harus menunggu tanda tangan secara fisik. Selain cepat, metode ini juga akan menghemat biaya bagi para pemangku perusahaan dan keabsahan tanda tangan digital ini pun diakui.
Low Touch: Bukan Sekadar Tren
Pergeseran perilaku konsumen akibat regulasi dan
kondisi untuk mengurangi kontak fisik membawa kita pada era yang disebut
sebagai low touch. Namun, patut kita perhatikan bahwa berbagai perubahan yang
terjadi pada dasarnya bukan karena pandemi semata. Pandemi mempercepat berbagai
tren yang selama ini sebenarnya sudah terjadi.
Sejumlah aspek besar sosial ekonomi mengalami
perubahan yang signifikan. Survei dari CommerceHub menyebutkan, sebelum pandemi
sebanyak 43% responden memilih berbelanja secara daring untuk kebutuhan makanan
pokok, dan 68% mengatakan akan tetap berbelanja daring setelah pandemi
berakhir.
Sementara itu, survei dari LIPI mengungkapkan
sebanyak 78% responden menyatakan tetap produktif meskipun bekerja dari rumah
(WFH). Salah satu klien penulis yang merupakan lembaga pemerintah mengaku,
implementasi pengelolaan arsip secara digital yang awalnya hanya ditargetkan
50% pada 2020, sekarang malah menjadi 100%.
Pandemi juga membuat kita mengimajinasikan kembali
bagaimana kita berkomunikasi. Siapa sangka setahun yang lalu bahwa
telekonferensi melalui Zoom dan Meet menjadi se-mainstream saat ini.
Berbagai industri sarat komunikasi seperti
pendidikan, konferensi, dan hiburan panggung juga akan mulai mempertimbangkan
teknologi Virtual Reality (VR) untuk mempertahankan pengalaman pengguna jasa
tanpa khawatir akan jarak dan ketidakhadiran fisik. Begitu juga beberapa
industri High-touch yang terdampak paling signifikan seperti pariwisata,
penerbangan, dan restoran (F&B) mulai berbenah dan menghadapi era normal
baru.
Rantai nilai dan rantai pasok di industri perlu dipertimbangkan kembali oleh para pelaku bisnis. Alih-alih merespons krisis dengan hanya bertahan melalui “go online” ataupun efisiensi, organisasi sebaiknya mulai memiliki pola pikir strategis, tetap bertahan atau mulai memikirkan strategi menyerang. Akan ada banyak peluang yang bisa diambil dari krisis ini dan keputusan yang dilakukan akan menentukan kesuksesan organisasi pasca pandemi.
Menangkap Peluang dalam Ketidakpastian
Model Low Touch memungkinkan terjadinya pertukaran
nilai tanpa melalui kontak langsung, antara organisasi dan pelanggan. Low Touch
memberikan peluang untuk berinovasi dan merancang kembali model bisnis.
Meskipun ada banyak tantangan di awal dan tidak
semua industri dapat langsung beradaptasi, model Low Touch dapat meningkatkan
penghematan karena:
1) menghilangkan batasan atas kontak fisik
2) mendigitalisasi proses akuisisi pelanggan
3) memberikan justifikasi untuk investasi pada
aspek digital.
Perhatikan, selama ini begitu banyak anggaran
perjalanan dinas dihabiskan hanya untuk pertemuan yang saat ini terbukti bisa
diselesaikan tanpa tatap muka.
Menurut Board of Innovation, setidaknya ada 3 aksi
yang dapat dilakukan melalui iterasi secara paralel untuk meraih sebanyak
mungkin peluang dari Low Touch. Pertama, memonitor terus jalannya new normal
dan bagaimana dampaknya terhadap bisnis organisasi. Saat ini umumnya organisasi
berada dalam mode survival serta mengutamakan tujuan-tujuan jangka pendek.
Selanjutnya, identifikasi peluang-peluang yang ada.
Mengutip salah satu adagium, ”Necessity is the mother of innovation”, perubahan
karena pandemi akan memunculkan kebutuhan-kebutuhan baru yang membutuhkan
inovasi untuk dapat dipenuhi. Organisasi perlu memahami bagaimana model bisnis
saat ini tetap dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan.
Kemudian, melakukan validasi atas inovasi dan
rancangan. Jika tidak ada umpan balik dari pelanggan ataupun pemangku
kepentingan secara umum, mengatasi masalah dari kebutuhan pelanggan tidak akan
diketahui oleh organisasi apakah inovasi yang dilakukan benar-benar terpenuhi.
Hal ini dapat dilakukan melalui peluncuran Minimum Viable Products (MVP).
Di dalam dunia yang semakin berjarak, kita dapat berekspektasi bahwa Low Touch akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Seberapa cepat organisasi beradaptasi dan bertransformasi akan menentukan siapa yang menang di era pasca pandemi nanti.
Industri yang Bisa Memanfaatkan Low Touch
Low Touch sangat berpengaruh pada industri dan bisnis
tertentu. Dalam survei McKinsey & Company yang bertajuk ‘McKinsey
& Company COVID-19 Consumer Pulse Survey’ terdapat lima sektor ekonomi yang mendapat
keuntungan dalam menerapkan strategi ekonomi baru ini. Yakni sektor hiburan,
ekspedisi dan pengantaran, makanan dan belanja, komunikasi, dan sektor
kesehatan.
Dari sektor hiburan, layanan streaming
online dan games
menjadi yang paling banyak berdampak positif dari low touch. Bahkan, aplikasi TikTok
berdasarkan survei tersebut sebagaimana dilansir dari Kumparan.com menyebutkan terjadi peningkatan pengguna baru di Perancis
dan Jerman sebesar 50%.
Lalu, dari sektor komunikasi video
conference baik untuk perusahaan, pribadi, hingga keperluan pendidikan
jarak jauh di beberapa negara juga meningkat lebih dari 50%. Peningkatan
terbanyak terjadi pada sektor kesehatan terpadu yang terintegrasi dengan sistem
komunikasi. Misalnya untuk telemedis di Inggris mengalami peningkatan
penggunaan 70-100% setiap pekannya.
Dampak dari Penerapan Low Touch dalam Dunia Bisnis
Mungkin kita sudah terbiasa untuk berjabat
tangan, bertemu konsumen secara langsung, dan bertransaksi secara fisik di masa
sebelum pandemi. Namun setelah pandemi, semua akan berubah secara signifikan
dengan penerapan Low Touch.
Bila keterpurukan dalam dunia bisnis di era pasca
Perang Dunia II dapat teratasi dengan adanya bantuan Marshall Plan, maka di era new normal saat
ini metode
Digital Adoption adalah salah satu jalan bagi kebangkitan ekonomi baru.
Digital adoption sendiri lebih mengarah pada
penggunaan teknologi digital dalam berbagai aspek. Mulai dari fungsi dasar
hingga fungsi yang paling komplek untuk memberikan keuntungan lebih bagi sebuah
bisnis dan perusahaan. Tidak hanya dari segi peralatannya saja, sumber daya
manusia yang ada juga penting untuk menerapkan mindset penggunaan teknologi digital
dalam bisnis.
Adanya low touch, merupakan bentuk dari digital
adoption. Secara
jangka pendek maupun jangka panjang hal itu akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap konsumen maupun perusahaan. Baik itu dampak pada segi
ekonomi maupun pola perubahan perilaku masyarakat.
Di samping itu low touch memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap
kebijakan pemerintah di masa pandemi. Misalnya saja, mengurangi kontak fisik
selama masa PSBB dan membantu agar roda perekonomian tetap berjalan dan negara
maupun masyarakat tidak kolaps.
Kemudian, low touch juga memiliki kontribusi dalam mendukung
penerapan work from home perusahaan. Hal itu secara tidak langsung dapat
memberikan mindset baru bagi perusahaan dan bisnis jika ada beberapa hal
penting yang sebenarnya bisa dikerjakan secara remote. Dengan begitu, ini akan memangkas
biaya operasi di masa mendatang.
Penerapan low touch oleh perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan
teknologi digital juga perlu memperhatikan penggunaan identitas digital. Sebab,
seperti dilansir HelpNet Security yang menyebutkan bahwa kunci
untuk melakukan transformasi digital dalam rangka penerapan low touch adalah penggunaan
identitas digital yang aman.
Penggunaan identitas digital yang aman, juga
selaras dengan hasil riset Forrester. Riset tersebut mengungkap bahwa sekitar
56% perusahaan merasa penerapan identitas digital sangat membantu dalam proses
digitalisasi perusahaan. Sedangkan 38% lainnya menyebutkan jika identitas digital
ini memiliki manfaat jangka panjang bagi perkembangan bisnis selama beberapa
tahun mendatang.
Tak heran jika McKinsey juga menyebutkan jika market value sebesar 20 miliar dolar pada
tahun 2022 mendatang. Dengan begitu, tak diragukan bila digital identity ini memberikan dampak yang
begitu besar bagi bisnis dan perusahan dalam menerapkan low touch baik jangka pendek maupun
jangka panjang sebagai perubahan ekonomi pasca pandemi virus Corona.
Komentar
Posting Komentar